Pada suatu hari yang cerah, Raja Harun Alrasyid dan pengikutnya meninggalkan istana untuk berburu. Namun di tengah perjalanan, Abu jahil menyusul dengan terengah-engah di atas kudanya. “Baginda, Baginda! Hamba mau mengusulkan sesuatu,” katanya setelah mendekat sang raja.
“Apa usulmu itu, Abu jahil?” tanya Baginda Raja keheranan.
“Agar acara berburu ini menarik dan disaksikan banyak penduduk, bagaimana kalau kita sayembarakan saja?” ujar Abu jahil dengan mimik serius.
Baginda terdiam sejenak dan mengangguk-angguk.
“Hamba ingin beradu ketangkasan dengan Abu nawas, bagaimana Baginda? Pemenangnya mendapat sepundi uang emas. Tapi kalau kalah, hukumannya memandikan kuda-kuda istana, selama satu bulan,” tutur Abu jahil meyakinkan sang raja.
“Hei, hadiah saja yang kau pikirkan. Lantas bagaimana caranya adu ketangkasan ini?” sela Baginda agak marah.
Setelah memberi tahu idenya, Baginda setuju, maka dipanggillah Abun awas oleh salah satu punggawa.
Abu nawas menghadap. Ia pun diberi petunjuk panjang lebar oleh Baginda. Pada awalnya Abu nawas menolak karena ia tahu semua ini akal bulus Abu jahil yang ingin menyingkirkan dirinya dari istana. Tapi Baginda memaksa dan Abunawas tidak bisa mengelak.
“Apa usulmu itu, Abu jahil?” tanya Baginda Raja keheranan.
“Agar acara berburu ini menarik dan disaksikan banyak penduduk, bagaimana kalau kita sayembarakan saja?” ujar Abu jahil dengan mimik serius.
Baginda terdiam sejenak dan mengangguk-angguk.
“Hamba ingin beradu ketangkasan dengan Abu nawas, bagaimana Baginda? Pemenangnya mendapat sepundi uang emas. Tapi kalau kalah, hukumannya memandikan kuda-kuda istana, selama satu bulan,” tutur Abu jahil meyakinkan sang raja.
“Hei, hadiah saja yang kau pikirkan. Lantas bagaimana caranya adu ketangkasan ini?” sela Baginda agak marah.
Setelah memberi tahu idenya, Baginda setuju, maka dipanggillah Abun awas oleh salah satu punggawa.
Abu nawas menghadap. Ia pun diberi petunjuk panjang lebar oleh Baginda. Pada awalnya Abu nawas menolak karena ia tahu semua ini akal bulus Abu jahil yang ingin menyingkirkan dirinya dari istana. Tapi Baginda memaksa dan Abunawas tidak bisa mengelak.
Abu nawas pun berpikir sejenak. Ia tahu kalau Abu jahil sekarang diangkat menjadi pejabat istana. Ia pasti mengerahkan semua anak buahnya untuk menyumbang seekor binatang buruannya di hutan nanti. Namun karena kecerdikannya, Abu nawas malah tersenyum riang.
Abu jahil yang melihat perubahan raut muka Abunawas menjadi penasaran. Batinnya berkata, tak mungkin Abu nawas mengalahkan dirinya kali ini.
Akhirnya Baginda menggiring mereka ke tengah alun-alun istana. Raja dan segenap rakyat menunggu, siapa yang bakal memenangkan lomba berburu ini. Terompet tanda mulai adu ketangkasan pun ditiup oleh Perdana Menteri.
Abu jahil segera memacu kudanya secepat kilat menuju hutan belantara, di pinggir istana. Anehnya, Abu nawas memacu kudanya sedang-sedang saja, sehingga diteriaki para penonton.
Menjelang sore, tampak kuda Abu jahil memasuki pintu gerbang istana. Ia pun diteriaki para penonton dan mendapat tepuk tangan meriah sekali. Di sisi kiri-kanan kudanya tampak puluhan hewan yang mati terpanah. Tak hanya itu, kuda tambahan juga memanggul binatang buruan lainnya. Abu jahil dengan senyum bangga memperlihatkan semua binatang buruannya di tengah lapangan.
“Aku, Abu jahil, berhak memenangkan lomba ini. Lihat binatang buruanku banyak, mana mungkin Abu nawas mengalahkanku!?” teriaknya lantang. Penonton di sekitar arena semakin ramai bertepuk tangan.
Tidak berapa lama, terdengar suara kaki kuda Abu nawas. Semua orang menertawakan dan kembali meneriakinya. Tapi, Abu nawas tidak tampak gusar. Ia malah tersenyum dan melambaikan tangan. “Tenang, tenang, rakyatku! Kita akan mengetahui apa yang akan dilakukan Abu nawas. Dan kita juga akan tahu, siapa pemenangnya kali ini,” kata raja yang ikut gusar melihat polah Abu nawas.
Baginda menyuruh dua orang punggawanya maju ke tengah lapangan dan menghitung binatang buruan Abu jahil.
“Satu, dua, tiga, empat, lima…dua puluh, tiga puluh lima ekor kelinci, ditambah lima ekor rusa, dan dua babi hutan!” teriak salah satu punggawa.
“Kalau begitu akulah pemenangnya, sebab Abu nawas tidak membawa seekor binatang pun. Hahahaha,” teriak Abu jahil lantang.
“Tenang, tenang. Aku membawa ribuan binatang. Jelaslah aku pemenangnya dan kau Abu jahil, silakan memandikan kuda-kuda istana. Menurut aturan lomba, semua binatang boleh ditangkap, yang penting jumlahnya,” kata Abu nawas sambil membuka bambu kuning yang telah diisi ribuan semut merah. “Sekarang coba hitung ini, satu, dua, tiga, empat, seratus, duaratus, selebihnya tidak usah dihitung,” ungkap Abu nawas.
Tanpa banyak berkata, Abu jahil tak sadarkan diri alias semaput gara-gara melihat semut merah Abu nawas. Baginda tertawa terpingkal-pingkal dan langsung memberi hadiah pada Abu nawas. Kecerdikan dan ketulusan hati pasti bisa mengalahkan kelicikan!
Ehmm,,,
Hebat..
Berpikir jernih disaat suasana terdesak ..
Tak ada rotan akarpun jadi
Cari Cerita Lain: